Penghulu memegang peranan penting di Minangkabau. Dia seorang pemimpin suku sanak keluarga dalam kaumnya. Mengingat hal ini maka pakaian seorang penghulu harus mencerminkan kebesarannya yaitu pakaian tertentu dan khusus. Pakaian penghulu memiliki simbol atau tanda yang dapat mencerminkan diri pemakainya. Melalui pakaian seorang penghulu akan tergambar pesan - pesan serta nilai budaya Minangkabau. Pesan atau simbol budaya pakaian biasanya disampaikan melalui ragam rias pakaian. Perlengkapan pakaian dan perhiasan merupakan pencerminan dari corak tingkah laku masyarakat di daerah Minangkabau. Pakaian penghulu terdiri dari :
1. Saluak Batimba Atau Deta
Kepala seorang penghulu ditutup dengan deta yang dinamakan saluak batimba. Bahan yang berasal dari kain batik yang ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepala. Pada bagian muka dari saluak di tata berkerut - kerut yang berbentuk jenjang dan bagian atasnya datar. Dibelakang kepala berbentuk bundar, melingkar di bagian kepala sebelah belakang.
Saluak melambangkan aturan hidup orang Minangkabau. Lipatan - lipatan yang tersusun dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas mencerminkan pepatah adat Bajanjang Naiak Batanggo Turun. Kerutan (lipatan) saluak berjumlah lima yang melambangkan, bahwa dalam pemerintahan Minangkabau terdapat lima unsur yang selalu berdampingan :
- Penghulu (Niniek Mamak).
- Imam Khatib (Alim Ulama).
- Cerdik Pandai.
- Manti / Dubalang.
- Bundo Kanduang.
Setiap lipatan saluak ini juga mempunyai aturan tersendiri. Apabila saluak dikembangkan, maka lipatannya akan melebar. Hal ini mempunyai arti, bahwa seorang penghulu juga memiliki pengetahuan yang luas. Kerutan-kerutan pada saluak melambangkan lilitan akal dan ikhtiar pemimpin adat yang memakainya. Seorang penghulu penuh daya inisiatif untuk melindungi, memelihara, dan meyakinkan masyarakat menuju kesempurnaan dan ketenangan hidup bersama. Selain itu saluak juga berfungsi sebagai keindahan juga mencerminkan kepemimpinan dalam adat Minangkabau.
Bahan pembuat saluak adalah kain batik dengan ukuran 80 cm x 80 cm (bujur sangkar). Kain batik persegi empat ini direndam kedalam tepung ubi kayu (tapioka) yang telah dimasak menjadi kanji (perekat). Kemudian kain batik dalam keadaan basah dengan cairan kanji tersebut dipertemukan kedua sudutnya yang berlawanan sehingga membentuk segitiga.
2. Baju
Baju seorang penghulu adalah baju hitam, longgar, berlengan besar. Bahan baju terbuat dari beledru atau shaten yang di taburi benang emas sebagai ukiran. Adanya tabur emas pada baju penghulu melambangkan kekayaan alam Minangkabau kemampuan berusaha dan menabung. Taburan emas juga mencerminkan bahwa dalam masyarakat Minangkabau terdapat banyak ragam perbedaan namun bersatu dalam wadah Adat Alam Minangkabau. Warna hitam pada pakaian penghulu merupakan warna dasar. Warna hitam merupakan warna kepemimpinan dan dasar pemikiran adat Minangkabau. Warna hitam berarti bahwa seorang penghulu harus memiliki ketabahan dan tahan hati dalam melaksanakan segala hal.
Lengan yang besar panjangnya hanya sedikit dibawah siku. Baju tersebut dibuat agak besar dan dengan lengan yang lapang pula, adalah menunjukkan sikap dinamis seorang penghulu . Seorang penghulu harus luwes dan tidak kaku sebagai pemimpin. Baju hitam tidak memakai kancing dan tidak pula memiliki saku. Lehernya lepas sampai dada tanpa memakai buah, dan tidak berkelepak. Baju hitam seorang penghulu melambangkan keterbukaan seorang pemimpin dan kelapangan dadanya menerima segala umpat dan puji dari masyarakat.
Tidak mempunyai saku, leher yang terbuka sampai ke dada melambangkan bahwa penghulu tidak boleh menggunting dalam lipatan, tidak boleh menipu atau korupsi, baju yang longgar melambangkan kesabaran beralam luas dan berpandangan lapang. Seluruh bagian pada baju penghulu melambangkan martabat :
- Selalu ingat (waspada) dan menjaga kelestarian adat.
- Berilmu, berpaham, bermakrifat, yakni bertawakal kepada Allah.
- Kaya dan miskin terletak pada hati dan kebenaran.
- Hemat dan cermat, mengenal awal dan akhir.
- Sabar, redha, menyampaikan, sidiq, dan tabliqh.
3. Sarawa (Celana)
Celana seorang penghulu di Minangkabau adalah celana lapang, disebut juga sarawa galembong. Celana lapang ini terbuat dari shaten atau beledru. Celana yang lapang melambangkan langkah yang selesai untuk menjaga segala kemungkinan dari ancaman musuh yang datang tiba - tiba. Walaupun lapang, langkah itu sendiri ada batas - batasnya, ada tata tertibnya yang di sebut ukua (ukuran) dan jangko (jengkal). Ukua Panjang Tak Bulieh Singkek, Jangko Singkek Tak Bulieh Panjang.
Kedua kaki yang melangkah teratur ini melambangkan bahwa seorang penghulu harus bersifat benar dan ikhlas. Berjalan sendiri jangan hendak ditengah. Maksudnya jangan sombong, seakan tak ada orang lain yang lebih baik dan lebih pandai darinya, jangan berlindung pada orang lain semaunya, dan jangan mau enak sendiri saja.
4. Cawek (Ikat Pinggang)
Ikat pinggang juga penting dalam tata busana penghulu. Setelah pakai celana dan baju, maka pinggang di ikat dengan cawek. Ikat pinggang terbuat dari kain sutera bajambua alai (Pakai Jumbai). Tujuan memakai cawek adalah supayo kokoh luar dan dalam. Hal ini melambangkan bahwa yang liar jangan sampai terbang, yang jinak agar tetap tenang. Maksudnya setiap sesuatu yang di kerjakan oleh penghulu harus denga rundingan yang menyelesaikan. Penghulu tidak boleh main hakim sendiri, sesuai dengan ungkapan : Kabek sabaliek Babuhua Sentak, Kokoh Tak Dapek Di Ungkai, Guyah bapantang Tangga, Bantuak Dukuah Di Lihie, Babukak Mato Mako Ka Tangga, Jo Rundiengan Mako Salasai.
5. Kain Kaciak (Kain Sandang)
Kain sandang terbuat dari cindai, melambangkan kebesaran penghulu. Kain sandang melambangkan bahwa seorang penghulu adalah sebagai Pamiliah Nan Tacicia, Panyimpan Kunci. Maksudnya sewaktu kaya, seorang penghulu adalah untuk menyimpan kunci kekayaan dan pembuka untuk bersedekah. Sewaktu miskin untuk menghemat yang masih tersisa, kalau waktu murah sepanjang adat, untuk membuka peti pakaian dan peti simpanan adat dan penyimpanan rahasia serta kebulatan kata.
6. Keris
Keris dipasang di selipkan di pinggang seorang penghulu. Keris di pasang miring ke kiri. Pemakaian keris melambangkan keberanian, tetapi maksudnya tidak untuk mencari musuh, melainkan untuk menjadi hakim dan mencari keadilan. Pemakaian keris yang dimiringkan ke kiri, maksudnya supaya berfikir dahulu sebelum mencabut keris itu. Untuk mencabut keris di putar lebih dahulu ke arah kanan, baru dapat di cabut. Waktu memutar keris ke kanan di harapkan timbul suatu kedamaian atau kesabaran dari pemakainya.
1 Komentar untuk "Makna Pakaian Penghulu Di Minangkabau"
Saya terkesan dengan blog ini, bagus sekali. Penulis mengenalkan budaya MinangKabau tercinta kepada dunia. Saya sangat apresiasi. Saya juga numpang promo ya, kami menjual Baju Datuak/Penghulu dan juga perlengkapan pengantin Minang. Yang berminat silahkan hubungi kami. Terimakasih.