Hubungan antara kedua adat ini, antara aliran adat Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan sangat erat sekali. Karenan kedua aliran inilah yang membentuk satu kesatuan adat alam Minangkabau. Perbedaan-perbedaan yang ada justru menjadikan dinamika adat Minangkabau semakin menarik. Kedua aliran ini menjadi saling melengkapi, karena saling melengkapi, karena masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Keakraban yang terjadi antara pengikut kedua aliran adat ini, pada prinsipnya mereka memiliki tujuan yang sama, hanyalah tata caranya yang berbeda. Mereka sama-sama memahami kata-kata adat berikut :
Buliah duduk bakisa, asa di lapiak nan sahalai.
Buliah tagak bapaliang, asa ditanah nan sabingkah.
Kata-kata adat diatas jelas memperlihatkan bahwa adat Minangkabau itu tidak kaku. Baik yang berasal dari paham pengikut Datuak Parpatiah Nan Sabatang, ataupun dari pengikut Datuak Katumanggungan. Kedua aliran adat ini hidup rukun dan damai. Bahkan ada semacam tradisi, bahwa bila ada permasalahan yang sulit diselesaikan pihak pengikut adat Datuak Parpatiah Nan Sabatang, maka mereka akan minta bantuan kepada pengikut aliran adat Datuak Katumanggungan. Begitu pula sebaliknya.
Kedekatan hubungan antara Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan, membuat ketentuan kkedua adat ini semakin membaur. Bahkan sudah sulit menentukan, masyarakat memakai adat yang mana telah menjadi ketetapan bahwa masyarakat Minangkabau bebas memili aliran adat yang sesuai menurut mereka. Hal ini membuat peluang bercampurnya ketentuan-ketentuan adat semakin besar. Akhirnya orang lebih senang menyebutnya sebagai Adat Alam Minangkabau saja.
Garis besar adat Minangkabau inilah yang dikenal sebagai adat nan diadatkan, yaitu gabungan dari nilai-nilai yang dikandung oleh aliran adat Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan aliran adat Datuak Katumanggungan. Garis besar adat ini sering juga disebut dengan istilah perjalanan adat Minangkabau sebagai berikut :
1. Adat Bajanjang Naiak, Batanggo Turun
Adat bajanjang naiak, batanggo turun (berjenjang naik, bertangga turun), dituturkan dalam kata-kata adat sebagai berikut :
Bajanjang naiak, batanggo turun, naiak dari janjang nan dibawah, turun dari tanggo nan di ateh. Babilang dari aso mangaji dari alif. Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo kapanghulu, panghulu barajo ka mupakat, mufakat barajo ka nan bana, nan bana badiri sandirinyo, nan manuruik alue jo patuik.
Aturan adat ini menyangkut tentang aturan kemasyarakatan, berkenaan dengan sistem pemerintahan dalam sebuah nagari di Minangkabau. Misalnya, cara mengurus sebuah permasalahan. Berjenjang naik maksudnya pengajuan masalah dari masyarakat kepada pemimpin. Masalah ini berupa saran, tanggapan, atau persoalan. sedangkan bertangga turun adalah pelimpahan keputusan dari pihak pimpinan terhadap anggota-anggotanya. Keputusan ini bisa berupa nasihat, kebijaksanaan, ataupun berupa hukuman dan peraturan.
Bila kemenakan punya persoalan, bisa dibicarakan dengan mamak dan anggota rumah gadang lainnya. Bila mamak tidak mampu menyelesaikannya, bisa dimusyawarahkan dengan penghulu dan anggota suku lainnya. Bila penghulu suku masih belum mampu, bisa mendiskusikannya dengan penghulu ampek suku. Ditingkat ini, carilah sumber kebenaran melalui mufakat. Setelah kebenaran ditemukan, ini pulalah yang akan diturunkan (disampaikan) secara bertahap kepada penghulu suku, kepada mamak rumah (tungganai), dan kepada yang bersangkutan. Demikianlah aturan yang lazim menurut adat Minangkabau.
2. Adat Babarih Babalabeh
Tentang adat babarih babalabeh dituturkan dalam kata-kata adat berikut ini :
Tumbuah dikorong jo kampuang, kampuang bapaga jo pusako, nagari bapaga undang-undang, disitu buek nan balingka, disinan barih nan mananti, barih tak bilieh dilampaui, kalau barih manahan titiek, balabeh manahan cubo.
Dari kata-kata adat diatas, terlihatlah bahwa adat Minangkabau juga mengatur kemakmuran sebuah nagari. Untuk menjaga kemakmuran masyarakat dalam nagari diperlukan syarat-syarat sebagai disyaratkan kata-kata adat di atas. Kampung perlu dipagar dengan pusaka. Maksudnya untuk kesejahteraan masyarakat suatu kampung, kampung tersebut harus memiliki pusak yang cukup. Pusaka ini biasanya terdiri dari barang-barang yang memberi manfaat seperti hutan, tanah, sawah, hewan ternak, tanaman keras, perhiasan dan lain-lain. Pusaka ini harus dijaga keutuhan agar anggota sebuah kampung tidak ada yang terlantar. Jadi ada stabilitas ekonomi.
Kemudian memelihara ketentraman masyarakat dalam nagari diperlukan undang-undang yang mengatur. Dengan adanya undang-undang masyarakat mengerti dengan hak dan kewajibannya. Jadi pertentangan dan perselisihan bisa diatasi, bahkan bisa dihindari. Lalu tersirat juga dalam kata-kata adat bahwa sebuah nagari harus memiliki wilayah yang jelas, yang mempunyai batas tertentu. Batas ini biasanya menggunakan batas alam seperti sungai, bukit, atau batas buatan berupa parit atau pohon-pohon besar. Makna tersirat lainnya adalah masyarakat sebuah nagari perlu memperkuat persatuan dan kesatuan, dalam memelihara dan mengembangkan potensi nagarinya.
3. Adat Batiru Batuladan
Adat batiru batuladan maksudnya mengajak masyarakat agar belajar dari apa yang telah terjadi. Kata-kata adat tentang hal ini berbunyi sebagai berikut :
Mancaliak tuah ka nan manang, manuladan ka nan baiak, alua samo dituruik, jalan samo ditampuah, adat samo di isi, limbago samo dituang, nan batiru batuladan, kalau maniru ka yang elok, kalau mancontoh ka nan sudah.
Jadi orang Minangkabau sangat dianjurkan untuk selalu belajar dari orang-orang sukses. Meneladani hal yang baik dari seseorang. Harapannya, agar setiap orang Minangkabau dapat pula menjadi orang-orang yang sukses dan menjadi orang-orang yang baik. Begitu pula dengan hal yang tidak baik. Hal yang tidak baik biasanya juga akan menimbulkan hal yang tidak baik pula. Maka hal itu harus menjadi peringatan, jangan sampai bencana itu menimpa kita.
4. Adat Bacupak Jo Bagantang
Adat bacupak jo bagantang (Bercupak bergantang) maksudnya setiap nagari harus mempunyai ukuran dan ketentuan-ketentuan tertentu. Harus memiliki aturan yang jelas. Misalnya dalam menentukan hukuman sebuah kesalahan dan sebagainya. Hal ini agar keadilan bisa ditegakkan di dalam nagari. seperti dituturkan kata-kata adat berikut :
Tumbuah di silang jo salisiah atau dakwa nan jo jawab, hukum mahukum dalam kampuang, mahukum adia, bakato bana, indak buliah bapihak-pihak.
5. Adat Bajikok Bajikalo
Adat bajikok bajikalo (berjika berjikalau) mengisyaratkan agar kandungan adat harus menuntun masyarakat pada kearifan. Adat dapat menuntun seseorang hidup bertenggang rasa didalam masyarakat. Bertoleransi dengan keberadaan pihak-pihak lain. Jelas disini adat Minangkabau bukan sekedar menganjurkan hidup secara bertoleransi. Namun masyarakat harus memiliki pemikiran yang jauh didepan tentang sebab akibat. Untuk ini setiap pribadi dalam masyarakat harus memiliki perasaan yang halus, dan terbiasa untuk berempati (memikirkan perasaan dan pikiran orang lain). Kearifan yang perlu dimiliki ini di isyaratkan dalam kata-kata adat berikut :
Syariat palu-mamalu. dunia baleh mambaleh, imbau biaso basauti, panggie biaso baturuti, hawa nan pantang karandahan, nafsu nan pantang kakurangan.
Terlihat disini bahwa adat bermasyarakat yang digariskan oleh nenek moyang orang Minangkabau adalh adat yang penuh dengan suasana kebersamaan. Setiap pribadi harus memaklumi kodrat manusia dan kecendrungan sifatnya. Setiap pribadi harus bisa menjaga perasaan pribadi lainnya. Seperti dikatakan elok dek awak, katuju dek urang (baik bagi kita, disenangi oleh orang lain).
6. Adat Banazar
Adat banazar digariskan oleh Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Bila kita bernazar tidak diperhatikan, maka hubungan bermasyarakat bisa terganggu. Adat bernazar memelihara janji-janji dan niat yang telah di ikrarkan. Disini juga mencakup memelihara sopan santun dalam pergaulan. Jadi adat Minangkabau telah menggariskan agar setiap orang Minangkabau melakukan sesuatu sesuai dengan yang seharusnya. Tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh menguranginya. Ereng dengan gendeng, basa-basi, mudarat dan manfaat, awal dan akhir harus menjadi perhatian dalam pergaulan.
Kata-kata adat menuturkan sebagai berikut :
Ikrar nan samo dimuliakan, buek samo ditaguehi, amanek samo dipacik, janji paralu ditapati, maniliek hereng jo gendeng, mamandang baso jo basi, maliek labieh jo kurang, manimbang mudarat jo manpaat.
7. Adat bapikia
Adat bapikia (adat berfikir) lebih tertuju pada garis adat Minangkabau untuk menghargai hak asasi manusia. hal ini tercermin dari kata-kata adat berikut :
Pikie palito hati, tenang hulu bicaro, haniang saribu aka, dek saba bana mandatang, batolan mangko bajalan, baiyo mangko bakato, ingek diruncieng ka mancucuak, ingek di dahan nan ka maimpok, alun rabah lah ka ujuang, alun pai lah babaliek, alun dibali alah dijuam alun dimakan lah taraso, bakato siang caliak-caliak, bakato malam agak-agak.
Jadi untuk menjaga hak asasi kita, kita perlu menjaga hak asasi orang lain. Kita harus berfikir jauh didepan tentang sebab akibat. Dengan berfikir, diharapkan setiap orang Minangkabau tetap berada dalam kebenaran. Tetap waspada dengan hak asasinya yang sedang terancam, dan tetap menjaga agar tidak mengusik hak asasi orang lain. Nilai lain yang terkandung dalam garisan adat bapikia adalah agar seseorang dalam masyarakat tidak boleh hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. tidak boleh bertindak dan memaksakan kehendak sendiri.
8. Adat Nan Bakahandak Jo Sipaiknyo
Adat nan bakahandak jo sipaiknyo (adat berkehendak dengan sifatnya) menggariskan agar masyarakat Minangkabau bersifat dinamis. Tidak kaku dengan segala perubahan-perubahan yang timbul. Artinya ketentuan adat dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman sesuai dengan keharusan. seperti dikatakan baradat sapanjang jalan, bacupak sapanjang batuang, (beradat sepanjang jalan, bercupak sepanjang betung).
Dalam kata-kata adat lain disebutkan : Basiang di kalo tumbuah, manimbang kalau lah ado (bersiang sewaktu tumbuh, menimbang setelah ada). Jadi pembaruan-pembaruan tentang suatu ketentuan, baru dapat dilakukan setelah sesuatu yang baru itu telah terjadi. Ketentuan tentang itu tidak tepat untuk ditetapkan sejak sebelumnya karena itu belum pasti.
0 Komentar untuk "Hubungan Antara Adat Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan Datuak Katumanggungan"